Tidak ada Tempat yang paling nyaman selain pangkuan seorang ibu,
Tak ada bunga yang lebih cantik selain senyummu,
Tak ada jalan yang begitu berbunga-bunga seperti yang dicetak dengan langkah kakimu.
Kau adalah alasan kenapa aku ada.
Keajaiban dalam hidup, adalah terlahir dari rahimmu.
Seorang wanita yang telah memberi kami cinta dan pengorbanan.
Selamat Hari Ibu !
Cerita sedih Mengharukan Tentang Ibu,
" Izinkan Aku Menciumu Ibu "
Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia
selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan
mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku ‘dipaksa’ membantunya
memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun. Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua
pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya
sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku
merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali
mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.
Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu engkau melakukan itu
semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari
anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa
kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang
baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.
Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang
mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu.
Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana.
Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk
yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya
menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.
Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain
bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia
sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat
aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah
tangga.
Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan
bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi
dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja
mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak
menyangka aku sedang bersamanya.
Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah
memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi
perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus
agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari
sisa uang belanja bulanannya.
Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan
kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku
terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku
menangis.
Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan
tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar,
cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh, tak
berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian komunikasi yang
berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah
dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.
Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak
berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas
yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang berpendidikan,
tapi do’a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi
apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang
sekarang.
Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia
tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia
baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih
indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung
menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, ia
juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir
ke dunia ini.
Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah
lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri
yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh
kerinduanku pada Ibu.
Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala
kiriman uangku setiap bulan untuknya tak lebih berarti dibanding
kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak
sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.
"Ya Allah ampunilah aku dan kedua Orangtuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana meeka menyayangi aku sewaktu aku masih anak anak"
Sosok seorang ibu memang
sangat melekat dalam kehidupan kita, sehingga sudah sepantasnya kita
membahagiakan ibu kita selama ibu kita masih ada, sekecil apapun kita
berusaha mencoba membahagiakan sosok seorang ibu , pasti akan membuat
ibu kita merasa bahagia, karena perhatian seorang anak akan sangat di
harapkan oleh seorang ibu walaupun tak pernah terucap dari bibirnya.
Seorang Ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit
dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja pada hari-hari
tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah
kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu saja "Mother's Day" sedangkan
di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-boro memberikan
hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya waktu.
Kita akan
bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita mau memberikan sedikit
waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar daripada bunga
maupun hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu?
Kapan kita terakhir mengundang Ibu? Kapan terakhir kali kita mengajak
Ibu jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis
dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir
kali berdoa untuk Ibu kita?
Berikanlah kasih sayang selama Ibu
kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila
Ibu telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar